“If you’re only what you were told you could be, you are less than you can be. Bilalah kita sekadar melakukan apa yang menurut orang lain kita bisa untuk melakukannya, selesailah sudah. Kita belum memaksimalkan segenap potensi yang ada. Kita menjadi Mr and Mrs Average. Terlalu rata-rata manusia. “The test of whether people love what they do,” kata Paul Graham, “is whether they’d do it even if they weren’t paid for it—even if they had to work at another job to make living.”
Sukses bukanlah sesuatu yang harus dikejar. Ia hanya bonus dari sebuah kebahagiaan yang kita peroleh dalam hidup karena menyalakan passion. Karena kita akan bahagia dan bersyukur dengan hidup, kalau kita menjalani apa yang kita cintai.
Lagipula, saat kita merasa pekerjaan yang kita lakukan rasanya menyenangkan seperti bermain-main, seakan-akan tak lagi bisa membedakan mana main dan mana kerja, “Choose a job you love and you will never have to work a day in your life,” kata Confucius.
1. Rasa Malu Bukanlah Hal yang Buruk
Orang-orang pemalu lebih bisa melewatkan waktu mereka untuk mendengarkan dan mengamati daripada berbicara. Jadi, walau bukan ahli bersosialisasi, tapi kita lebih bisa mengamati apa yang terjadi di suatu perkumpulan daripada yang lain.
Sebenarnya, banyak kesempatan datang dari hasil interaksi dengan orang lain, dan jika kita terlalu malu untuk membuka mulut, kita akan kehilangan kesempatan-kesempatan tersebut.
Oleh karena itu, pertahankan sisi baik yang telah kita pelajari sebagai seorang pemalu, tetapi teruslah menjadi diri sendiri untuk mengatasi rasa malu tersebut. Rasa malu ada baiknya juga, tetapi jika kita terus bersembunyi di balik kepompong, kita akan sulit menjadi kupu-kupu yang bisa terbang ke mana-mana. Jadi, bagaimana kita bisa mengatasi rasa malu? Yang bisa dilakukan adalah berlatih.
Tetaplah berusaha untuk berbicara dengan orang-orang, perorangan, maupun grup. Dan itu tidak bisa dilatih di kamar sendiri. Bergaullah. Berbaurlah. Pelan-pelan.
2. Rahasia Investasi Tersukses adalah Investasi kepada Diri Sendiri
Berinvestasi pada diri sendiri adalah belajar terus menerus seumur hidup. Bisa berarti dengan membaca buku, majalah, jurnal, mendengarkan kaset pengembangan diri, dan menghadiri seminar. Juga berarti mengajukan banyak pertanyaan, mengamati, menghubungkan diri dengan orang-orang suskes. Tentunya juga berarti tetap fit dan sehat. Pendeknya, kita harus terus-menerus memperbarui diri dengan segala cara.
Belajarlah sebanyak yang kita bisa mengenai kehidupan dan dunia yang penuh teka-teki di mana kita hidup di dalamnya. Pelajarilah detil-detil teknis, pelajari juga seni, pelajari juga teknologi, pelajari juga sejarah, pelajari juga tentang kehidupan. Bukan hanya belajar cara menghasilkan uang, tapi belajar juga bagaimana cara menyumbangkannya.
Bacalah sebanyak mungkin buku, dan datangilah sebanyak mungkin seminar. Dan kita akan belajar dari semua kegiatan tersebut. Di luar sana, banyak sekali buku yang ditulis oleh orang-orang hebat. Bacalah, dan berkembanglah. Dan percayalah, setelah semua pengetahuan itu ada di tangan, kita takkan lagi membutuhkan jaminan kesuksesan apapun. Didiklah diri kita sendiri.
Ketika kita melakukan itu, kita sebenarnya berinvestasi pada diri sendiri. Dan itu adalah investasi terbaik yang bisa kita lakukan dalam hidup.
3. Adalah Sangat Mudah untuk Menyalahkan, Mengeluh dan Mengkritik, karena Memang Tidak Dibutuhkan Usaha, Otak, Kemampuan, bahkan Uang
Karena itulah, banyak yang melakukannya. Nalarnya, jika mau lebih, maka kita harus memiliki keinginan untuk menjadi yang terbaik. Berhenti mengeluh, maju sedikit demi sedikit, dan lakukan semua yang harus dilakukan. Tentu saja, kita akan melakukan kesalahan dan tentu saja akan tersandung dan jatuh. Saat seperti itu, mulailah untuk menyalahkan diri sendiri.
Jangan pernah menyalahkan situasi, pemerintahan, ekonomi, atau bahkan takdir. Salahkanlah diri sendiri. Percayalah, selalu ada sebuah tempat yang tinggi untuk seseorang yang menerima tanggung jawab atas tindakannya.
Dalam dunia ini, tempat setiap orang dengan cepat menyalahkan orang lain, orang yang mau menerima tanggung jawab akan disambut dengan tangan terbuka. Jadi, berhentilah menyalahkan kesengsaraan yang kita rasai sekarang pada pihak dan peristiwa luar.
Jangan salahkan sinar mentari, jangan salahkan rembulan, salahkanlah sosok yang sedang kita pandang dalam cermin. Kabar baiknya, bila kita menerima tanggung jawab atas hal-hal buruk dalam hidup, berarti kita siap bertanggung jawab atas semua hal baik: rumah besar, mobil mewah, keluarga bahagia, kesehatan prima, dan teman-teman baik.
4. Semua Orang Sukses Pernah Ditikam dari Belakang, Dikucilkan, Ditertawakan, Diolok-Olok, dan Dijelek-Jelekkan pada Suatu Titik dalam Karier Mereka
Jadi, balas dendam yang baik adalah bukan dengan mata dibalas mata. Tapi dengan bukti kesuksesan. Bukan membalas cemoohan dengan cemoohan. Ambillah semua langkah yang diperlukan untuk melindungi diri sendiri, keluarga, dan juga bisnis. Lakukanlah yang diperlukan untuk melindungi semua yang menjadi milik kita dan jangan biarkan orang-orang menginjak.
Tapi, jangan habiskan waktu untuk membalas dendam. Menghabiskan waktu satu menit untuk balas dendam berarti pengurangan satu menit untuk menikmati hidup dan menghasilkan lebih banyak kesejahteraan.
5. Hanya Satu Orang yang Dapat Membuat Kita Cemerlang
Dan satu orang itu bukanlah manajer maupun CEO perusahaan kita. Bukan menteri keuangan dan bukan pula presiden. Orang itu adalah diri kita sendiri. Satu-satunya orang yang dapat membuat kita pandai, cemerlang, atau pun sukses adalah kita sendiri.
Satu-satunya orang yang bisa membuat kita meraih tujuan dan mimpi kita adalah diri sendiri.
Yang lain, para orang tua, guru, pengajar, dan pemimpin, hanya dapat berbagi pengetahuan, ide, dan kebijaksanaan. Tapi, jika kita tidak melakukan apa pun dengan pengetahuan itu, kita akan tetap berjalan di tempat. Kita akan menghadapi masalah yang sama dari hari ke hari sampai Sang Pencipta memanggil.
6. Tidak Pernah Ada Jaminan Dalam Hidup
Ketika kita terlahir, tidak ada jaminan kita akan hidup sampai usia tua. Ketika kita pergi bersekolah, tidak ada jaminan kita akan lulus. Ketika kita bekerja, tidak ada jaminan kita akan melakukan pekerjaan itu seumur hidup.
Ketika kita menikah, tidak ada jaminan kita bisa menjaga pernikahan itu seumur hidup. Mereka yang meraih kemuliaan adalah mereka yang memiliki keingian untuk mendaki, walaupun mereka takut dengan ketinggian. Mereka yang ingin bermain aman pada akhirnya akan bekerja untuk mereka yang bersedia hidup dalam bahaya.
7. Ketidakmampuan Beradaptasi Berarti Menyengaja diri untuk Ketinggalan Banyak Hal Menarik dalam Hidup Ini
Cermati bagaimana air berkreativitas. Bila ia dibendung, ia meluap. Lalu merembes melewati kedalaman tanah. Pertanyaan pada diri sendiri adalah: potensi apa yang dapat diluapkan jika ia dibendung kebuntuan?
Potensi apa yang dapat dirembeskan jika terkurung oleh banyak halangan yang mengaral? “Today I will do what others won’t,” kata Jerry Rice, #1 NFL player of all time, “so tomorrow I can accomplish what others can’t.”
8. Hargai Proses
Itulah yang mesti kita perhatikan. Nikmati setiap proses. Nikmati setiap jengkal perubahan. Nikmati setiap hirupan di perjalanan. Karena setiap pohon, tidak tumbuh dengan tergesa-gesa. Begitu pun seharusnya segala potensi di diri kita. Bergegas iya, tapi tidak untuk bergesa-gesa.
Segera lempar jauh keinginan mendapatkan sesuatu dengan instan. Cepat. Easy come easy go. Kenikmatan hidup datang bukan dengan datangnya keinginan yang terkabul saat itu juga. Tapi, saat keringat sudah menetes di terakhirnya. Saat doa sudah terpanjat diterlelahnya. Saat segala kebergantungan pada-Nya sudah terkerahkan di puncak pengharapan.
Tetaplah mampu membakar semangat di diri. Setiap orang, memiliki penyulut semangat yang berbeda-beda. Ada yang mendapatkannya dari membaca buku motivasi, buku biografi, menghadiri seminar, berdialog dengan tokoh, nongkrong di Virala, dan banyak hal lainnya.
9. Work Hard and Work Smart!
Semakin lama menunda menjadi entrepreneur, bakalan semakin lama bekerja sebagai karyawan. Dan menunggu kesempatan yang tepat buat jadi entrepreneur makin tidak ada. Karena tidak pernah ada ‘waktu sempurna’.
Hanya niat bulat sajalah yang bisa menentukan semuanya. Hanya dibutuhkan perpaduan dua hal: work hard dan work smart. Mengesampingkan salah satu adalah ketidakseimbangan. Dengan mulai melakukan, akan melihat segalanya dari perspektif yang berbeda dan mendapatkan pembelajaran yang lebih banyak.[]